Trenggalek, Sebanyak 23 guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Trenggalek menghadapi ketidakpastian terkait penempatan tugas mengajar. Hal ini menyusul penegasan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) yang mengacu pada Surat Keputusan (SK) awal pengangkatan para guru tersebut sebagai tenaga pengajar di jenjang Sekolah Dasar (SD), meskipun selama ini mereka aktif mengajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Situasi ini menimbulkan keresahan di kalangan guru maupun pihak sekolah, terutama karena keberadaan mereka sangat dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan proses belajar mengajar di SMP. Beberapa sekolah bahkan disebut hanya memiliki satu guru untuk mata pelajaran tertentu, seperti matematika.
Ketua Komisi IV DPRD Trenggalek, Sukarudin, menyampaikan kekhawatirannya atas rencana penarikan guru tersebut. Menurutnya, kebijakan itu bisa berdampak serius pada krisis tenaga pendidik di SMP.
“Ada sekolah yang hanya memiliki satu guru matematika, dan itu termasuk dalam daftar 23 guru PPPK tersebut,” ungkap Sukarudin usai menerima perwakilan guru PPPK di ruang BANMUS Gedung DPRD Trenggalek, Senin (26/5/2025).
Sukarudin juga menyoroti persoalan kompetensi dan sertifikasi profesi. Sebagian guru yang terancam dipindah telah memiliki sertifikat pendidik untuk jenjang SMP. Jika mereka dipindahkan ke SD, hal ini dinilai tidak hanya menimbulkan ketidaksesuaian kompetensi, tetapi juga membatasi jam pelajaran yang dapat mereka ampu.
Saat ini, ke-23 guru PPPK tersebut masih melanjutkan tugasnya di SMP. Namun nasib mereka setelah dimulainya masa kontrak baru belum menemukan kejelasan, seiring dengan kekhawatiran akan penempatan ulang ke SD sesuai SK awal.
Menanggapi polemik ini, DPRD Trenggalek bersama Pemerintah Kabupaten menyatakan akan segera menyurati Kemenpan-RB guna meminta solusi yang lebih proporsional.
“Kami berharap keputusan yang diambil nantinya tidak hanya berpijak pada aturan administratif, tetapi juga mempertimbangkan kebutuhan riil pendidikan di daerah,” tegas Sukarudin.
Persoalan ini menjadi perhatian serius, mengingat potensi dampaknya terhadap kualitas pendidikan di tingkat SMP di Trenggalek, terutama dalam masa transisi kurikulum dan peningkatan mutu pembelajaran.