Jakarta,dailyindonesia.co–
Winda Asriany sedikit merasa lega ketika darinya dan kuasa hukumnya diterima audiensi dengan hakim Komisi Yudisial di Jakarta, Senin (21/7/2025). Dia melaporkan tiga hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Rantau, Kalimantan Selatan yang diduga melanggar kode etik dalam proses persidangan sengketa tanah miliknya.
Ketiga hakim itu adalah Ketua Pengadilan Negeri Rantau Achmad Iyut Nugraha, dan dua hakim lainnya yakni Dwi Army Okik Arissandi, dan Fachrun Nurrisya Aini. Mereka diduga melanggar etik saat menangani perkara sengketa tanah.
Pada Senin (21/7/2025) Winda Asriany dan kuasa hukumnya, yaitu Apriani Sijabat, SH, MH, Frengky Siregar, SH, dan Jamian Purba, SH, MH diundang Mahkamah Yudisial untuk audiensi.
Apriani Sijabat mengatakan sudah sampaikan di ruang audiensi poin-poin penting duduk perkara dan menjelaskan secara rinci pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh para hakim terkait kode etik.
Masih ada beberapa persyaratan yang harus kita lengkapi Winda dan kuasa hukumnya, antara lain transkrip dan rekaman terkait proses pengadilan di PN Rantau, Kalimantan Selatan.
Menurut rencana, transkrip dan rekaman itu akan diserahkan Winda besok hari. Selanjutnya, mereka tinggal mendengar tindak lanjut Komisi Yudisial.
Laporan ke KY memperlihatkan ada pelanggaran. Maka, bukti-bukti itu harus bisa dilihat oleh semua para pihak. “Biar kita sama-sama melihat, baik dari pihak tergugat maupun penggugat. Bukti kami mereka lihat, bukti mereka kami bisa melihat, mengetahui. Selama ini kami belum lihat. Jadi ini bicara kode etik saja,” jelas Apriani.
Apriani mengatakan, ada tiga permohonan mereka. Pertama, permohonan untuk pemantauan. KY mengatakan itu sudah dikerjakan atau sedang diproses. Kedua, pengaduan, dan ketiga, permintaan untuk audiensi.
Setelah merinci pengaduan, Komisi Yudisial menunjuk ahli, seorang mantan hakim. Terbukti memang ada pelanggaran kode etik. Salah satunya, untuk memeriksa bukti dari si penggugat maka harus dihadiri oleh semua pihak. Harus transparan, adil, dan bila tidak diperlihatkan dokumen sebagai bukti, maka itu melanggar kode etik.
“Kita kupas secara ringkas pasal-pasal apa saja yang dilanggar di situ. Kami juga menyampaikan bahwa banyak dasar putusan yang tidak benar, tidak ada, yang direkayasa oleh hakim. Tapi hal ini bukan kewenangan KY, tapi itu nanti akan menjadi wewenang Mahkamah Agung nanti,” tambah Jamian Purba.
Terkait hal-hal yang krusial tadi KY minta transkrip rekaman agar satu bahasa demi transparansi. Hal lain sudah lengkap semuanya. Kita tinggal menunggu hasil dari KY lalu mereka akan membawa ke pimpinan yang selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan terhadap para hakim yang telah melanggar kode etik.
Pemantauan sidang sudah dilakukan, yaitu Komisi Yudisial sudah bersurat ke Mahkamah Agung agar memantau perjalanan sidang kasasi.
“Hari ini saya berterima kasih kepada KY yang mau menanggapi secara cepat pengaduan saya. Audiensi hari ini sangat luar biasa. Kami bisa menyampaikan langsung apa yang kami rasakan, apa yang tidak kami dapatkan yaitu hak-hak kami selama di Pengadilan Negeri Rantau, Kalimantan Selatan. Kedua, permohonan pemantauan kasasi saya dikabulkan oleh Ketua KY dan KY akan bersurat kepada Ketua MA untuk mengawal dan memantau kasasi saya. Harapan saya, kasasi saya ini bisa secara obyektif mungkin diputus oleh hakim MA nanti,” tutur Winda tak melupakan kebaikan hati awak media.
Winda menambahkan bahwa pada 20 Juli lalu dirinya mendapat surat undangan dari PN Rantau, Kalimantan Selatan untuk datang ke sana.
“Saya diberi waktu 7 hari untuk hadir di Pengadilan Negeri Rantau untuk melakukan inzage, dimana saya harus mengecek semua berkas-berkas berita kelengkapan, sebelum saya mengajukan kasasi.
Surat itu ditulis tertanggal 17 Juli 2025 dan sampai di alamat rumah Winda pada 20 Juli 2025. Winda diberi waktu 7 hari untuk datang ke PN Rantau.
Winda juga melihat PN Rantau tidak bekerja sesuai SOP terkait waktu pemeriksaan dokumen (inzage) sebagaimana tercantum dalam website PN Rantau sendiri yang terpublikasi kepada publik.
“Tadi saya tanyakan hal ini kepada KY dan KY menyarankan saya dan kuasa hukum datang ke sana, sebelum 7 hari ini berakhir, paling tidak ini adalah upaya kami untuk mengawal apakah yang mereka masukan itu sesuai faktanya,” tuturnya.
Winda merupakan ahli waris perkara kepemilikan tanah yang digugat PT KAP. Winda mengklaim tanah yang disengketakan adalah milik suaminya yang telah digunakan sepihak oleh penggugat selama sembilan tahun.
Winda menganggap majelis hakim tidak bertindak adil, di mana majelis hakim dianggap sewenang-wenang mengubah jadwal persidangan tanpa pemberitahuan dan persetujuan dari para tergugat.
Menurut Winda, majelis hakim tidak memberi kesempatan kepadanya untuk memeriksa bukti milik penggugat, baik bukti asli maupun dalam bentuk salinan.
Winda juga merasa aneh dengan sikap Achmad Iyut Nugraha selaku Ketua Majelis Hakim yang mempersilahkan pihak-pihak yang tidak puas untuk menempuh banding dan kasasi, padahal persidangan kasus tersebut masih berjalan.
Winda juga tidak diberi akses untuk melihat Berita Acara Sidang (BAS), meskipun sudah meminta secara resmi.
Kini, kasus ini semakin terang. Pengaduan Winda diterima Komisi Yudisial dan diproses Mahkamah Agung.