BLITAR,dailyindonesia.co – Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang yang selanjutnya disebut dengan SPPT adalah surat yang digunakan oleh Badan Pendapatan Daerah untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan terhutang kepada Wajib Pajak.SPPT PBB ini lebih awam dikenal masyarakat luas dengan istilah pipil pajak.
Tak jarang masyarakat selain berkewajiban membayar PBB juga melakukan pengurusan balik nama pipil pajak atas nama sendiri dari pewajib pajak pemilik sebelumnya karena sudah berpindah tangan kepada pembelinya.
Pengurusan dokumen balik nama PBB tidak dipungut biaya. Biasanya, proses balik nama PBB berlangsung selama 2 (dua) bulan. Setelah jadi SPPT sendiri bisa langsung diambil di kantor Unit Pelayanan Pajak Daerah di Kecamatan atau pengurus RT pada saat masa pembayaran PBB tiba.
Namun tidak demikian yang dialami warga desa Plosorejo RT 003 RW 005 inisial MM,saat hendak mengurus balik nama pipil pajak dimintai biaya oleh oknum kepala desanya.
Berikut saat awak media mewawancarai warga desa
Awak media : “Bu waktu jenengan balik nama pipil pajak sampean ditarik, eh habisnya berapa ?
Warga : ” Sejuta lima ratus”
Awak media : ” Terus waktu itu atas nama siapa balik nama ke Jenengan”
Warga : ” M R ke T M M
Awak Media : Dana nya diserahkan ke siapa ?
Warga : Ke Pak Lurah B
Awak media : Diantar kerumahnya apa pak lurah yang kerumah jenengan
Warga : Pak lurah yang kerumah saya
Saat dikonfirmasi ke kepala desa Plosorejo melalui handphonenya disampaikan bahwa dia tidak pernah meminta biaya balik nama pipil pajak ke warganya
” Tidak ada itu, saya suruh ke kecamatan PPAT rumahnya di Darungan ” Jelas Kades Plosorejo.
Zunaedi,S.Sos,MM Kasubid Penagihan Dinas Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar menanggapi bahwa dalam pengurusan balik nama pipil pajak itu sama sekali tidak dipungut biaya.
“Kalau pecah pipil kami tidak memungut sepeserpun alias gratis, yang jelas dari pihak Bapenda sama sekali tidak memungut biaya sepeserpun. Tapi saya tidak tahu tehnis di desa itu seperti apa, tapi kalau memungut biaya hingga jutaan itu tidak benar” Tegas Junaedi.
Ketua MAPI Saber Pungli Regional III Jawa Timur Sutrisno, SH menanggapi hal ini adalah termasuk pungutan liar.
Sutrisno menjelaskan bahwa pelaku pungli dapat menghadapi ancaman hukuman penjara minimal empat tahun hingga maksimal 20 tahun sesuai Pasal 12 E UU No. 20 Tahun 2001.
“pelaku pungli berstatus PNS dapat dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan, atau Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara,” imbuhnya. Ia menambahkan bahwa selain sanksi pidana, pelaku pungli juga dapat dikenakan sanksi administratif sesuai Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Sanksi itu seperti teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, penurunan gaji berkala, hingga pelepasan dari jabatan.(Tim)