Kabupaten Karawang,dailyindonesia.co-Pembelian Bahan Bakar Migas yang diduga ilegal terjadi di salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kabupaten Karawang ,SPBU dengan nomor seri 34.41322 yang berlokasi di Telagasari , diduga melakukan penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar subsidi kepada konsumen menggunakan jerigen, yang jelas melanggar ketentuan pemerintah terkait pendistribusian BBM bersubsidi.
Saat team awak media memantau aktivitas SPBU tersebut,terlihat beberapa orang melakukan pengisian solar ke dalam jerigen dalam jumlah besar,diduga pembelian BBM jenis Solar ini diperjual belikan kembali,aktifitas ini jelas merugikan masyarakat. Selain itu praktik seperti ini juga merugikan negara karena subsidi BBM berasal dari APBN yang bersumber dari pajak rakyat.
Diduga SPBU 34.41322 Telagasari Melanggar Undang-Undang Migas yaitu Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pelanggaran ini dapat berujung pada sanksi pidana yang berat, termasuk penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp 60 miliar.
Dalam konteks ini, Surat Edaran Menteri ESDM No. 14.E/HK.03/DJM/2021 menekankan pentingnya penyaluran BBM bersubsidi yang harus mematuhi regulasi yang ada.
Saat dikonfirmasi oleh team awak media, salah satu Penanggung Jawab SPBU 34.41322 Telagasari,Rini menjelaskan bahwa petani yang datang untuk membeli bahan bakar harus mengisi formulir untuk jenis Bio Solar,Formulir tersebut kemudian harus dibawa ke desa untuk mendapatkan surat keterangan. Setelah memperoleh keterangan, petani kembali ke Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) untuk mendapatkan barcode yang diperlukan sebagai syarat pengambilan bahan bakar.
“Kami tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan barcode. Kami hanya menerima barcode yang sudah diverifikasi oleh UPTD. Kami tidak bisa menolak petani yang datang dengan membawa barcode resmi,” Bebernya pada Selasa (07/10/2025),di kantor SPBU 34.41322 Telagasari,Karawang.
Masih sambung Rini Jelaskan bahwa kuota bahan bakar yang disediakan untuk petani ditentukan oleh UPTD, bukan oleh SPBU.
“Kami hanya melayani sesuai dengan kuota yang ditetapkan, misalnya 100 liter per hari, yang tentunya tidak mencukupi untuk semua petani,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan kendala yang dihadapi terkait ketidakcocokan antara permintaan dan pasokan dari pihak Pertamina.
“Jika kami butuh 500 liter, tetapi tidak ada pasokan, kami tetap harus melayani berdasarkan kuota yang ada,” katanya.
Mengenai pembelian BBM jenis Pertalite menggunakan drigen melalui tangki motor yang dimodifikasi, Rini menekankan perlunya pengawasan dan kepatuhan terhadap aturan dari Pertamina.
“Kami sudah mengambil langkah untuk menghindari masalah, termasuk mengeluarkan karyawan dibulan Agustus yang tidak mematuhi aturan,” tambahnya.
Rini mengakui bahwa praktik pembelian yang tidak sesuai standar sering kali terjadi, di mana penggunaan tangki kendaraan yang dimodifikasi sering lolos dari pengawasan.
“Kami harus bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk menindaklanjuti pelanggaran yang terjadi, karena kami tidak memiliki kekuatan untuk membubarkan secara langsung,dan kami berkomitmen untuk mengikuti aturan dan tidak ingin mengambil risiko yang dapat merugikan SPBU,” tutupnya.
Ainsyam Selaku Humas DPP Gerakan Persatuan Nasional 08 (GPN 08) mengatakan saat di konfirmasi oleh awak media mengatakan sangat menyayangkan hal itu terjadi, berarti pihak SPBU tidak serius untuk menjalankan SOP nya. Di bulan Agustus sudah ada karyawan yang di keluarkan, terus masih terjadi lagi di bulan September,perlu di evaluasi lagi pengawasannya,GPN 08 adalah Organisasi Pengawal program -program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto ,Ainsyam juga mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan.
“Ini jelas bentuk penyalahgunaan BBM subsidi. Aparat kepolisian dan instansi terkait seperti BPH Migas dan Pertamina harus bertindak cepat agar tidak merugikan rakyat dan negara,” tegasnya menutup wawancara kepada media.













