Pemkab Trenggalek Serius Tanggapi Keluhan Warga Munjungan terkait Pencemaran Limbah Tambak Udang

Trenggalek, dailyindonesia.co – Pemerintah Kabupaten Trenggalek bergerak cepat menanggapi keluhan ratusan warga Munjungan yang melakukan aksi damai terkait pencemaran limbah tambak udang di daerah mereka. Aksi tersebut digelar di Pendopo Manggala Praja Nugraha pada Kamis (10/10/2024). Warga yang menamakan diri Aliansi Munjungan untuk Kelestarian dan Keadilan menyuarakan keresahan terhadap dampak pencemaran air dan udara yang telah berlangsung selama lebih dari 10 tahun.

Menurut laporan warga, aktivitas tambak udang di Munjungan telah menyebabkan aliran sungai di pesisir pantai menjadi keruh, berbau, serta menimbulkan gatal-gatal bagi masyarakat yang terpapar air tercemar. Tak hanya itu, biota laut seperti kepiting dan sidat semakin sulit ditemukan, sementara nelayan mengeluhkan bahwa tangkapan ikan semakin berkurang akibat ikan yang menjauh dari daerah yang tercemar.

Kekhawatiran juga mencuat menjelang musim hujan, karena dikhawatirkan banjir akan memperluas area pencemaran dan memperburuk kondisi kesehatan warga. Keluhan ini sudah bertahun-tahun disampaikan, namun warga merasa belum ada tindakan yang signifikan dari pemerintah untuk menangani masalah tersebut.

Menanggapi aksi ini, Penjabat Sementara (Pjs.) Bupati Trenggalek, Dyah Wahyu Ermawati menegaskan bahwa Pemkab Trenggalek serius dan berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. “Kasus ini sudah memakan waktu cukup lama dan berdampak besar bagi masyarakat. Kami berkomitmen untuk segera menuntaskannya,” ujar Erma, yang juga Kepala Dinas PMPTSP Provinsi Jawa Timur.

Erma menjelaskan bahwa dari lima usaha tambak yang beroperasi di Munjungan, empat di antaranya sudah memiliki izin, sementara satu masih dalam proses. Namun, ia menyoroti bahwa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dari usaha yang berizin belum berfungsi dengan baik. “Kami akan turun langsung ke lapangan dan dalam waktu dekat akan mengambil keputusan tegas. Untuk usaha yang belum berizin, akan kami tutup. Sementara yang berizin, diberi waktu seminggu untuk menghentikan operasional jika IPAL-nya tidak segera berfungsi,” tegasnya.

Salah satu peserta aksi, Hanung, menyatakan bahwa masyarakat sudah lama menyikapi pencemaran ini, namun tindakan nyata dari pemerintah belum dirasakan oleh warga. “Limbah ini sudah mengganggu sejak 2016, tapi sampai saat ini kami belum merasakan tindakan yang riil dari pemerintah,” ungkapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *