Trenggalek, Komisi I DPRD Kabupaten Trenggalek menggelar rapat kerja bersama sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mitra, di antaranya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) serta Bagian Hukum Setda Trenggalek. Rapat tersebut memfokuskan pembahasan pada evaluasi capaian kinerja tahun 2025 dan penyusunan rencana kerja tahun 2026, sekaligus menyelaraskan permasalahan riil di lapangan dengan kebutuhan penganggaran.
Ketua Komisi I DPRD Trenggalek, Muh Husni Tahir Hamid, menegaskan bahwa sinkronisasi antara persoalan operasional dan perencanaan strategis merupakan fondasi penting dalam memastikan efektivitas pelayanan publik. Menurutnya, evaluasi tidak bisa hanya bertumpu pada laporan angka, tetapi harus menilik kembali akar persoalan dan output yang dihasilkan OPD.
“Kita harus menyinkronkan bahwa permasalahan yang ada di lapangan semestinya menjadi dasar perhitungan evaluasi sebelumnya. Dari situ baru dapat dinilai apakah anggaran maupun SDM yang tersedia sudah tepat atau justru perlu dikaji ulang,” tegas Husni.
Ia menambahkan, pembahasan tidak boleh berhenti pada nominal anggaran, melainkan harus mempertimbangkan kualitas pelaksanaan program.
“Kita tidak bicara angka sekarang. Kalau kemarin anggaranmu sekian, apa hasilmu? Tahun depan kamu mengajukan apa, dasarnya apa, tetapi anggarannya tetap itu-itu saja,” kritiknya.
Husni juga mengingatkan bahwa kondisi fiskal daerah yang terbatas menuntut OPD untuk lebih efisien sekaligus melakukan evaluasi mendalam terhadap setiap kegiatan. Pengelolaan anggaran harus diarahkan pada sektor yang benar-benar menunjukkan urgensi dan berdampak langsung pada masyarakat.
Dalam sesi pembahasan dengan Dukcapil, Komisi I menilai capaian kinerja OPD tersebut masih belum menunjukkan perbaikan signifikan. Meski target kinerja dilaporkan hampir mencapai 100 persen, masih terdapat sejumlah masalah yang belum terselesaikan namun dianggap rampung dalam laporan.
“Misalnya ada 1.000 kasus yang belum terselesaikan, seharusnya target ditambah 2 persen untuk mengimbangi. Namun faktanya tidak demikian. Ini menimbulkan kesan bahwa jumlah pegawai dianggap mencukupi, padahal situasinya masih keteteran,” jelasnya.
Husni menilai pola evaluasi seperti ini dapat menimbulkan kesalahan asumsi dalam perencanaan SDM dan anggaran.
“Kalau mau tambah 1.300 pegawai, siapa yang akan bekerja, sementara yang ada saja sudah kewalahan?” pungkasnya.













