Turonggo Sekar Budoyo: Menjaga Warisan Jaranan Klasik di Blitar

BLITAR,dailyindonesia.co – Di tengah pesatnya perkembangan jaranan modern, kelompok seni Turonggo Sekar Budoyo tetap teguh menjaga tradisi. Dipimpin oleh Pak Imam Sapi’i, kelompok jaranan di Dsn.Tumpak, Ds. Purwokerto, Kec. Srengat. Kabupaten Blitar ini mempertahankan gaya klasik khas Blitar yang semakin jarang ditemui. Berawal dari kecintaannya terhadap seni tradisional, Pak Imam berupaya menghidupkan kembali jaranan klasik setelah kelompok sebelumnya bubar.

“Saya ingin jaranan khas Blitar tetap lestari dan tidak hilang ditelan zaman,” ujarnya. Nama “Sekar Budoyo” sendiri dipilih dengan harapan budaya ini terus berkembang dan mekar seperti bunga.

Turonggo Sekar Budoyo mempertahankan sejumlah tarian klasik, di antaranya Jaranan Jawa untuk penari pria, Jaranan Senterewe untuk penari wanita, serta Barongan Kucingan Karanggayam untuk pertunjukan barong. Pak Imam menekankan pentingnya menjaga keaslian gerakan dan nuansa klasik agar identitas jaranan tetap terjaga. “Kalau semua berubah mengikuti tren, lama-lama yang asli bisa hilang,” tambahnya.

Saat ini, kelompok Turonggo Sekar Budoyo memiliki sekitar 50 anggota, termasuk penari, penabuh gamelan, dan sinden. Menariknya, semua anggota berasal dari lingkungan sekitar tanpa adanya pemain cadangan. Bahkan jika kekurangan personel, Pak Imam sendiri tak ragu untuk turun tangan. “Kalau kurang orang, saya juga bisa menari. Yang penting pertunjukan tetap berjalan,” katanya.

Dalam setiap pementasan, kelompok ini membatasi partisipasi dari luar demi menjaga keteraturan. “Kalau semua ikut menari tanpa aturan, pertunjukan bisa berantakan dan rawan gesekan antar kelompok,” jelasnya.

Meskipun cukup dikenal di wilayah Srengat, Turonggo Sekar Budoyo belum pernah mendapat kesempatan tampil di Kota Blitar. Selain itu, keterbatasan perlengkapan juga menjadi tantangan besar. Beberapa instrumen gamelan masih kurang, seperti gong besar, demung, dan saron. “Kami beli perlengkapan sedikit demi sedikit dari hasil tanggapan. Sampai sekarang belum ada bantuan dari pemerintah,” ungkapnya.

Di tengah persaingan dengan jaranan yang sudah bercampur modernisasi dan berpotensi menimbulkan tawuran, Pak Imam tetap mempertahankan format pertunjukan lama yang tertata dan kondusif. “Saya ingin jaranan ini menjadi tontonan yang mendidik dan bisa dinikmati dengan nyaman tanpa pagar pembatas,” tegasnya.

Promosi kelompok ini masih dilakukan secara sederhana, hanya melalui pesan pribadi dan poster buatan sendiri. Namun, saat tampil dalam Kirab Goa Tumpeng pada 25 Januari 2025, ada beberapa Youtuber mendokumentasikan pertunjukan mereka hingga selesai. Ini menjadi langkah awal untuk memperkenalkan Turonggo Sekar Budoyo ke khalayak lebih luas.

Dengan semangat menjaga tradisi dan dedikasi tinggi, Pak Imam berharap jaranan klasik khas Blitar tetap lestari. “Saya ingin anak cucu kita masih bisa menikmati jaranan yang asli, bukan yang sudah bercampur dengan modernisasi,” pungkasnya (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *